Mengenal Hipoglikemia (gula darah rendah)

Hipoglikemia merupakan suatu kelainan metabolik dan endokrin yang sering terjadi pada bayi dan anak yang berakibat kerusakan otak yang menetap. Hipoglikemia menyebabkan suplai glukosa yang rendah ke alat-alat organ vital khususnya otak. Hipoglikemia yang berulang dan menetap menyebabkan kerusakan otak dan kematian. Hipoglikemia adalah kadar gula plasma kurang dari 2,6 mmol/L (< 47 mg/dl). Untuk neonatus aterm berusia kurang dari 72 jam dipakai batas kadar gula plasma 35 mg/dL. Sedangkan untuk neonatus prematur dan KMK yang berusia kurang dari 1 minggu, disebut hipoglikemia bila kadar gula darah plasma kurang dari 25 mg/dl.




Insulin merupakan hormon yang memegang peranan penting pada metabolisme glukosa. Kadar gula darah pada keadaan puasa merupakan hasil dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis oleh sistem endokrin normal. Hormon pertumbuhan (growth hormone-GH), kortisol, glukagon dan epinefrin yang disebut counter regulatory hormone mempunyai sifat meningkatkan gula darah; sedangkan insulin menurunkan gula darah. Sembilan puluh persen glukosa digunakan oleh SSP. Organ lain yang mutlak membutuhkan glukosa adalah sel darah merah, adrenal dan medula ginjal.

Terdapat berbagai adaptasi terhadap kehidupan diluar uterus dan homeostasis glukosa. Dalam keadaan normal kadar gula darah bayi lebih rendah daripada anak-anak. Kadar gula darah janin sebesar 70% kadar gula darah ibu. Pada waktu bayi baru lahir masukan gula dari ibu berhenti secara mendadak sehingga homeostasis pasca lahir dipertahankan dengan peningkatan glukagon 3-5 kali lipat, penurunan kadar insulin dan tidak segera meningkat setelah makan, peningkatan katekolamin, peningkatan GH, peningkatan FFA (Free Fatty Acid) dan badan keton, terjadi maturasi enzim glukoneogenik, dan pelepasan gula darah dari simpanan glikogen (biasanya cukup untuk bayi normal bisa bertahan puasa selama 4 jam).

Anak-anak yang lebih kecil memiliki ketersediaan glikogen yang terbatas, yang bertahan kira-kira 12 jam setelah masukan gula yang kurang, dan selanjutnya akan dipertahankan dengan adanya glukoneogenesis. Selama puasa, tejadi pembentukkan ketosis dan ketonuri yang cepat, hasil metabolisme lemak.

Gejala hipoglikemia tidak spesifik. Gejala hipoglikemia dibagi menjadi 2 kategori besar berdasarkan mekanisme penyebabnya; (1) gejala otonom berupa: berkeringat, kelaparan, parestesia, tremor, pucat, kecemasan, mual, dan palpitasi karena aktivasi dari sistem saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis; (2) gejala neuroglikopeni berupa : rasa panas, kecapean, lemah, pusing, sakit kepala, tidak mampu untuk berkonsentrasi, pandangan kabur, sukar berbicara, bingung, gangguan tingkah laku, kehilangan koordinasi, kejang, koma) akibat dari efek kekurangan glukosa otak. Gejala hipoglikemia cenderung lebih berat bila hipoglikemia disebabkan oleh hiperinsulinemia. Pada neonatus dan bayi, hipoglikemia memberikan gejala iritabilitas, tremor, kesulitan makan, letargi, hipotoni, takipnea, sianosis atau apnea.

Berdasarkan patofisiologinya, maka penyebab hipoglikemia digolongkan atas hipoglikemia yang ketosis dan hipoglikemia yang non ketosis. Hipoglikemia yang ketosis dengan adanya pembesaran hepar ditemukan pada penyakit Glycogen storage disease, F-1,6- bisphosphatase deficiency. Hipoglikemia yang ketosis tanpa pembesaran hepar ditemukan pada

penyakit Accelerated starvation, gangguan hormonal seperti defisensi growth hormon atau defisiensi kortisol serta Glycogen syntase deficiency.Pada hipoglikemia yang ketosis dengan adanya asam organik urin yang positif ditemukan pada Maple syrup urine disease, Methyllmalonic acidemia. Penyebab hipoglikemia yang non ketosis atau hipoketosis dengan serum insulin yang tinggi ditemukan pada hiperinsulinisme kongenital, insulinoma dan insulin autoimmunity.Bila serum insulin rendah dapat ditemukan pada penyakit oksidasi asam lemak, asam urin organik, plasma asilkarnitin,urine acylglycines.

Hiperinsulinemia pada neonatus umumnya menyebabkan hipoglikemia yang berulang dan berat pada awal kehidupan. Bentuk ini berhubungan dengan riwayat ibu dengan DM, IUGR, asfiksia perinatal, eritroblastosis fetalis, sindrom Beckwith-Wiedemann, penggunaan obat obatan (misalnya sulfonilurea) pada ibu atau setelah infus glukosa pada ibu selama persalinan.

Bayi dari ibu diabetes menunjukkan makrosomia dan organomegali karena hiperinsulinemia fetal. Keadaan ini merupakan bentuk yang paling sering ditemukan dalam kelompok hipoglikemia karena hiperinsulinemia sementara. Pada umumnya, bayi-bayi ini cenderung gelisah karena hipoglikemia, namun dapat pula menunjukkan gejala hipotonia, letargi dan malas minum yang disebabkan oleh hipokalsemia.

Kortisol menstimulasi glukoneogenesis dan sintesis glikogen di hepar dan mempunyai efek pada glikogenolisis dan glukoneogenesis dari glukagon dan epinefrin. Sebagai hasilnya, kortisol cenderung meningkatkan konsentrasi plasma glukosa. Bila konsentrasi kortisol kurang dari 10 μg/dL pada waktu hipoglikemi menunjukkan adanya gangguan adrenal.

Hipoglikemia paling sering ditemukan akibat komplikasi akut pada pasien diabetes melitus tergantung insulin. Hal ini terjadi karena usaha kita untuk mencapai nilai normal kadar gula darah. Batasan hipoglikemia pada DM tipe 1 selalu menjadi perdebatan karena masing-masing individu merasakan dampaknya pada tingkat yang berbeda-beda. Sebagai kesepakatan, untuk pasien diabetes anak dan remaja dianjurkan untuk mempertahankan kadar gula darah diatas 70 mg/dl.

Untuk mengkonfirmasi hipoglikemia perlu dilakukan pemeriksaan darah: glukosa, keton, laktat,piruvat,asam amino atau alanin, amonia,asam urat,serum elektrolit, pH, bikarbonat, AST,ALT, CPK, insulin, C peptide, growth hormon, kortisol, glukagon, epinefrin, free fatty acid, ß-hidroksibutirat, asetoasetat, karnitin, asilkarnitin. Pemeriksaan urine berupa keton, reduksi di urin, asam organik dan asilglisin. Algoritme diagnosis hipoglikemia dapat dilihat pada diagram berikut.

Tatalaksana hipoglikemia pada neonatus yang asimptomatis adalah teruskan pemberian ASI setiap 1-2 jam atau 3-10 ml/kg, selanjutnya monitor kadar gula darah setiap kali sebelum bayi minum sampai gula darah stabil. Hindari pemberian minum yang berlebihan. Jika kadar gula darah tetap rendah walaupun setelah diberi minum, dapat dimulai infus glukosa. Pemberian ASI dapat dilanjutkan selama pemberian infus glukosa. Tata laksana bayi yang simptomatis atau kadar gula plasma <20-25 mg/dL (<1,1-1,4 mmol/L) adalah segera diberikan intravena glukosa 10%, sebanyak 2 ml/kgBB secara bolus, dilanjutkan dengan IV glukosa 10% 4-6 mg/kgBB/menit. Jangan memberikan secara oral atau

intragastrik pada kasus hipoglikemia yang berat atau simptomatis. Konsentrasi gula darah pada hipoglikemia simptomatis dipertahankan >45 mg/dL (>2,5 mmol/L), sesuaikan tetesan cairan intravena dengan kadar glukosa darah. Selanjutnya dianjurkan pemberian ASI yang lebih sering,

monitor konsentrasi gula darah setiap sebelum diberi minum sampai kadar gula darah stabil dan pemberian cairan intravena distop. Bila kebutuhan glukosa melebihi 12 mg/kgBB/menit segera lakukan pemeriksaan kadar gula darah, insulin, kortisol, growth hormon, laktat untuk mendeteksi adanya gangguan hormon. Setelah itu diberikan hidrokortisom suksinat 10 mg/kgg/hari dengan dosis terbagi dua.

Tata laksana pada anak, segera diberikan injeksi dekstrosa 10% 0,3 gr/kgBB secara bolus intravena selama 10 menit sampai konsentrasi glukosa normal. Kemudian dilanjutkan dengan infus dekstrosa 10% atau 6-8 gr/kgBB/menit. Konsentrasi plasma gula darah dimonitor dan tetesan infus disesuaikan untuk mempertahankan gula darah ± 80 mg/dL. Pada kasus-kasus emergency yang berat dengan hipoglikemia karena induksi insulin dapat diberikan glukagon 1mg subkutan atau secara intravena. Pada neonatus dapat diberikan 0,5 mg. Pengobatan lain dapat  diberikan diazokside 5-15 mg/kgBB perhari dibagi dalam 2-3 dosis. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dosis diazokside dimulai dengan dosis maksimal 15 mg/kgBB (1-2 hari). Selain itu pengobatan untuk hipoglikemia dapat diberikan ocreotide secara intravena atau subkutan dimulai dengan dosis 2-10 μg/kgBB/hari, dapat ditingkatkan sampai >50 μg/kgBB/hari, diberikan setiap 6-8jam atau secara kontinu.

Prognosis umumnya baik pada hipoglikemia yang didiagnosis cepat dan ditataksana secara cepat dan tepat.

Pada umumnya hipoglikemia pada anak dapat dicegah, walaupun demikian dapat terjadi hipoglikemia yang tidak terduga. Hal-hal yang sering menyebabkan hipoglikemia misalnya jatah makanan yang tidak dikonsumsi, olah raga (tidak terencana atau lebih lama dari biasanya) tanpa ditunjang makanan yang cukup, pemberian insulin yang keliru dan minum alkohol. Secara umum untuk mencegah hipoglikemia pada malam hari maka kadar gula darah tengah malam diusahakan sekitar 90-180 mg/dl. Bila melakukan olah raga, perlu diberikan glukosa tambahan yaitu 15  karbohidrat untuk setiap 30-45 menit. Untuk olah raga yang intensif, dosis insulin pada hari itu perlu dikurangi dan pemantauan gula darah perlu diperketat. Bila karena sakit, anak tidak mau makan atau muntah-muntah maka pertimbangkan pemberian air gula dan mengurangi dosis insulin.

Newest Older

Related Posts

1 comment

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter